Is this love?

Jumat, 11 Februari 2011

I wish could have my short term memory lost syndrome right now...

Because unfortunately I just can't erase you from my mind...

This questions. This feeling. Totally crushed my day...

I used to stay away from you. I used to said to my heart that nothing happened with us.

I don't know what happened actually...

Is this love that I'm feelin'?

Waiting

Kamis, 10 Februari 2011

I'll be waiting
'cause I cant smile untill I see your smile

I'll be waiting
there's nothing else that I would rather do

I'll be waiting
'cause I can't sleep until I hear your heart

I'll be waiting
'cause patiently I'll wait right here for you

And I refuse
to move from where I am
until I feel your heart
pressed against mine again
I'm waiting!

A small truth to make our Life 100% successful

If
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z

Is equal to
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Then
H+A+R+D+W+O+R+K =
8+1+18+4+23+15+18+11 =
98%

K+N+O+W+L+E+D+G+E =
11+14+15+23+12+5+4+7+5 =
96%

L+O+V+E=
12+15+22+5=
54%

L+U+C+K =
12+21+3+11 =
47%

None of them makes 100%
Then what makes 100% ???

Is it Money?
NO !!!

Leadership?
NO !!!

Every problem has a solution,
only if we perhaps change our
"ATTITUDE".

It is OUR ATTITUDE towards Life and Work that makes
OUR Life 100% Successful..

A+T+T+I+T+U+D+E =
1+20+20+9+20+21+4+5 =
100%

Madness in Bandung III

Senin, 07 Februari 2011

Sebenarnya saya nggak mau menuliskan perjalanan hari ketiga ini. Terlalu banyak memori yang saya sendiri bingung. Apakah ini sebuah memori atau hanya kenangan yang terlewatkan.

Aku menghabiskan hari ketiga ini bersama seseorang yang awalnya aku sebut teman. Dia pernah hadir dalam hidupku sebagai partner sesama volunteer di sebuah acara festival besar Oktober tahun lalu. Aku bahkan hanya tahu namanya saja dan jarang sekali bertegur sapa dengannya. Mungkin karena kami sibuk di divisi masing-masing. Sekian lama menghilang. Tiba-tiba dia muncul lagi di akhir bulan Desember. Itupun setelah aku baru sadar ternyata teman-teman sesama volunteer udah sekian lama mention aku dan dia di twitter.

Ini sebuah coincidence atau takdir. Aku nggak tau.

Yang aku tahu, malam ini aku menghabiskan 12 jam hari untuk mewujudkan mimpiku. Dan dia seolah menjadi penolong yang dikirim Tuhan untuk membantu mewujudkan mimpi itu.

Kawah Putih. 4 jam perjalanan.

Mimpi pertama ini sudah aku tanam sejak bertahun-tahun yang lalu. Sejak pertama kali aku tahu ada kawah begitu indah dari film Heart. Aku ingin sekali bisa berada di depan hijaunya danau Kawah Putih bersama sapuan kabut-kabut putih yang menambah misterius daratan-daratan di tengah danau itu.

Dan hari ini. Dia membawaku kesana. Membawa tubuhku ke dinginnya angin dan hujan yang begitu menusuk kulitku. Membawaku mewujudkan mimpiku. Mimpi tentang keindahan alam Indonesia yang begitu aku puja.





Tidak banyak kata. Suara. Tawa. Hanya gemetar tubuhku dan gesekan gigi-gigiku yang terdengar. Menahan dingin yang luar biasa. Ia pun hanya sekali-kali tertawa melihat aku begitu kedinginan dan membantuku mengabadikan cantiknya danau hijau Kawah Putih. Menunggu menikmati tersapunya kabut dari tebing-tebing yang menyelimuti kawah. Dan menatapku saat aku sedang menatap diam batang-batang pohon kering.

Aku menikmatinya. Sangat. Rasanya tidak ingin beranjak dari kawah itu. Namun, rasanya dingin membuatku dan dirinya begitu kaku. Sulit untuk mengucapkan sesuatu. Bahkan isyaratnya pun tak mampu aku baca.







Pasir Koja. Sebuah gang kecil yang tak terjamah. Sepulang dari Kawah Putih.

Ditengah mimpi-mimpi yang sedang aku kejar, terselip mimpi yang tiba-tiba ia ciptakan untukku. Padahal aku sangat tahu. Kami benar-benar tidak banyak berbicara sepanjang perjalanan pulang. 4 jam kami habiskan hanya berbicara seperlunya. Otakku pun sibuk bertanya-tanya, harus bicara apa? Sampai akhirnya kamu mencetuskan ide untuk membawaku ke sebuah tempat penghasil gula-gula, jajanan masa kecil dulu yang sering disebut ‘rambut nenek’. Aku begitu terkagum-kagum dengan idenya yang selalu diluar kepalaku. Persis seperti cerewetnya saat kami chatting di dunia maya. Dia begitu banyak mendatangkan keterkejutan di kepalaku. Bahkan untuk mimpiku selanjutnya.

Kopi Ireng. Bukit Pakar Timur. Sore menjelang malam di Dago Atas.

Ini salah satu dari bagian keterkejutanku akan inisiatif seseorang yang cukup lama aku kenal di dunia maya. Aku mungkin belum begitu mengenalnya. Karena sulit sekali menembus pertahanannya. Namun, setidaknya malam ini aku mencoba menyelami pelan-pelan karang pertahanannya. Ditengah sejuknya angin perbukitan Dago Pakar, dia membawaku ke sebuah kafe bernuansa kayu dengan undakan-undakan batu yang begitu tinggi bernama Kopi Ireng. Kami duduk di teras atas sehingga aku begitu jelas melihat hamparan pemukiman Bandung dari atas bukit. Begitu indah. Begitu cantik.

Sambil nyemil aku menghabiskan sore bercengkrama dengannya.

Menyesap orange coffee yang merusak sedikit moodku karena begitu anehnya rasa kopi itu dan mengunyah begitu gurih dan pedasnya nachos seperti cerita-ceritanya tentang masa SMA yang penuh dengan pedasnya pengalaman nakal remaja.





Ia menikmati sepiring nasi goreng irengnya sedangkan aku terus mendengarkan begitu banyak cerita masa lalunya.



Begitu banyak keterkejutanku akan masa lalunya dan kemudian menjadi pertanyaan yang menggoyahkan hatiku. Tuhan, di depan saya ada laki-laki yang begitu jujurnya menceritakan begitu kelamnya masa lalunya. Namun, apa yang harus saya lakukan? Menerimanya apa adanyakah? Atau menjauhinya karena ia punya masa lalu yang suatu saat mungkin akan terjadi lagi.

Akh, setelah itu kami terdiam. Terlalu banyak pertanyaan di pikiranku tentangnya. Tentang ia yang begitu jujur. Tentang aku yang tak bisa mengartikan kejujurannya. Tentang hatiku yang bimbang harus berpijak dimana. Tentang aku yang bertanya-tanya dari mana ini semua dimulai. Tentang semua rasa. Semua harapan. Semua kepercayaan. Semua kejujuran.

18.30 WIB. Kopi Ireng di malam hari dan citylight of Bandung

Sejenak aku melupakan semua pembicaraan kami. Dan sibuk menikmati dan memandangi begitu indahnya citylight Bandung di malam hari. Begitu cantik. Begitu gemerlap. Seperti bintang yang tak pernah pudar.





Tuhan, dia penuh tanda tanya. Namun, dia berhasil mewujudkan mimpi keduaku untuk melihat citylight seindah ini. Mimpi yang sejak sekian lama juga aku tanamkan di otakku. Mimpi yang terwujud dan tak pernah terduga akan dibantu diwujudkan oleh seseorang semisterius dia.

Kemilau Bandung. Sejuknya angin malam. Masih menyisakan jejak tanda-tanya tentang siapa dia sebenarnya. Ada apa diantara kami berdua sebenarnya. Apa kelanjutan dari chatting-chatting kami yang kadang begitu intim. Aku masih bertanya.

Ngopi Doeloe. Teuku Umar No. 5. Dago.

Pertanyaan itu masih terus ada di benakku sesampainya kami kembali berkumpul dengan teman-teman di sebuah kafe bernama Ngopi Doeloe. Kafenya begitu luas. Ada area outdoor yang begitu temaram dengan bangku-bangku berpayung yang dihiasi lilin-lilin cantik di tiap mejanya. Di area indoor pun ada banyak sofa-sofa berwarna hitam, dengan interiror minimalis dengan cermin-cermin besar dan lukisan abstrak di dinding.





Kafenya ramai dengan anak-anak muda Jakarta dan Bandung berkumpul dan bersenda gurau. Aku duduk bersebelahan dengannya. Didepannya sahabatku dan kekasihnya. Kami terdiam saat mereka sibuk mencandai dan menggoda kami. Timbul lagi pertanyaanku saat dia begitu tenangnya menghadapi godaan-godaan itu. Kemudian dia tenggelam dengan Blackberrynya.

Hampir 2 jam kami di sini. Hanya aku, sahabatku dan kekasihnya yang asyik ngobrol. Dia masih tenggelam dalam Blackberrynya. Mengapa? Mengapa dia seolah menjauh. Mengapa tak ada kalimat-kalimat lagi. Apakah dia memikirkan hal yang sama denganku?

Sepanjang perjalanan pulangpun, lagi-lagi kami hanya saling diam. Menikmati gelapnya malam-malam Bandung yang hanya terang dengan lampu-lampu temaram kafe-kafe di setiap sudut jalan. Dia mengajakku keliling-keliling sambil menunggu sahabatku dan kekasihnya sampai.

Dia membawaku menyusuri setiap jengkal jalan-jalan di Bandung. Menunjukkan begitu banyak tempat makan dan tempat nongkrong yang begitu happening. Menunjukkan begitu banyak rute jalan yang akhirnya hanya sekilas angin di telingaku.

Dipikiranku masih sama malam itu. Kita ini sebenarnya apa? Siapa? Dan untuk apa?

Madness in Bandung II

Begini rasanya jadi backpacker tapi nggak jelas tujuannya mau kemana. Saya dan Puput terbangun bingung di hari kedua kami. Niatnya mau wisata kuliner tapi kok susah banget kalau nggak pakai kendaraan sendiri. Kebanyakan tempat yang kami ingin tuju itu di daerah Dago Atas dan Dago Pakar yang notabennya susah angkot. Mau minta tolong teman yang tinggal di Bandungpun kami harus menunggu sampai sore karena ini kan hari Jumat, mereka semua tetap beraktivitas dengan kerjaan kantornya masing-masing. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya kami memutuskan ke pasar Gedebage. Pasar barang vintage yang katanya menyaingi PASAR SENEN di Jakarta. Jam 9 kami berangkat dengan angkot again. Ternyata Gedebage itus ebuah komplek pasar besar layaknya Pasar Induk Kramat Jati. Bagian depannya itu terdiri dari pasar induk sayur-sayuran gitu deh, lalu ke bagian belakangnya baru deh pasar baju-baju bekas nan vintage yang disebut CIMOL (heran kok dinamain cimol, padahal di Jakarta cimol itu makanan dari sagu, bulet-bulet pake tusuk sate ahahaha).

Memasuki Cimol Gedebage, saya berasa masuk ke daerah pasar biasa yang rapi dengan deretan took-toko baju di kiri-kanannya. Bedaa 180 derajat sama pasar Senen yang super riuh dengan abang-abang Batak yang teriak ‘Diobral-diobral’ atau ‘Sepoloh reboo ajaaa, sepolohh reboo aja.” Disini sepi banget. Apa emang tipikal orang Sunda terlalu kalem kali, ampe pasar yang segini gedenya aja keliatan sepi. Pas memasuki kios demi kios, pedagangnya Cuma bilang “Mangga neng, sok dilihat2 dulu.”

Deretan lorong-lorongnya juga bersih dan rapi. Plus udara Bandung yang sjeuk jadi nyantai aja belanja disini ga perlu pake kaos oblong super tipis kayak waktu belanja di Senen. HArga baju-bajunya pun sama kayak di Senen. Dari 5 ribuan sampe 100 ribu mungkin paling mahal. Tergantung nawar sih kalau flea market begini. Cuma yang saya heran itu pas nawar tas vintage. Si penjualnya masa ngasih harga diatas seratus semua. Edan sia! Masa saya naksir postman bag kecil gitu, kulit, pas ditanya dia bilang 250ribu! Buseeett…saya jadi males aja nawarnya gitu. Kalo ditawar jatohnya 100ribu mah mending saya beli yang baru di outlet…malah ada tuh tas-tas entah KW atau impor yang di tawarkan dari harga 650ribu…Hellloooo…nggak ngerti deh kenapa mereka oasang harga segitu…untungnya saya terbiasa ke Senen jadi kali ini nggak bakal ketipu lagi ahahah…*ketawa setan. Akhirnya, saking bingungnya muter-muter, saya Cuma dapet blazer abu-abu 10ribu, rok pensil kuning 10ribu, dan blus chiffon 15 ribu sajaaa….lumayan buat ngantor hehehe…

Beres dari Gedebage saya dan Puput balik ke rumah uwak dulu buat mandi. Secara badan langsung bau apek banget abis dari pasar begituan. Jam 2 kami berangkat lagi untuk menemui teman-teman yang tinggal di Bandung. Sekalian nodong mereka ajak muter-muter Bandung lah hehehe. Niatnya kami ketemu sama dua teman kami di Dago. Naiklah saya dan Puput angkot jurusan Riung-Dago yang Hijau-Putih itu dari seberang Binong. Sebenernya firasat saya udah buruk banget, masalahnya kok ni angkot arahnya ke arah Soekarno Hatta lagi. Seinget saya kalau dipeta, Dago itu adanya di atasnya Soekarno Hatta. Ya sudah, saya ikutin si Puput aja, secara dia yang dikasih rutenya sama si pembantu uwak saya. Namun, lama-lama bener aja kok malah muter-muter ke arah perumahan sepi gitu. Dago kan rame sama FO…kok ini enggak. Saya dan Puput mulai curiga sampai akhirnya tuh angkot berhenti di terminal penghabisannya. Bingung deh kita. Pas nanya ke supirnya, ‘Oh iya ini ke Dago juga neng, tapi muter dulu. Harusnya tadi dari Binong nggak usah nyebrang naik angkotnya kalo ini mah dari Dago ke Riung’…ealaaaahh…nyasar ternyata gue sama Puput ahahahaha…harusnya naik angkotnya nggak usah nyebrang tadi hihihi…

Yaudah akhirnya kami naik lagi deh tuh angkot ke arah Dago. Gila, gara-gara nyasar dan muter-muter kami sampai harus menghabiskan 1 jam perjalanan ke Dago….
Sebelum ke Dago, saya dan Puput janjian dengan teman saya di depan FO Clover, Jl. Riau. Sayangnya hujan deras banget sore itu. Jadi kami berempat bingung mau kemana. Saya, Puput dan dua teman lelaki kami akhirnya memutuskan makan di Bandung Indah Plaza. Hahaha jauh-jauh ke Bandung akhirnya ngemall juga. Abisnya ujannya gede banget sih. Bingung mau kemana-mana juga. Setelah hujan reda. Kami melanjutkan acara nongkrong di Kafe Madtari, Jalan Rangga Gading No. 12. Ini kafe sepertinya terkenal banget. Soalnya saya pertama kali liat juga di TV di acara rekomendasi restoran gitu deh.

Penasaran karena katanya kafe ini terkenal dengan ‘obral’ kejunya. Saya akhirnya memesan indomie telor kornet keju dan benar saja eng ing eng pas disuguhkan saya langsung terkejut…Gila ini sih bukan indomie pake keju, tapi keju pake indomie! Gila kejunya bener-bener nggak tanggung-tanggung! Dan harganya pun murah banget sama aja kayak internetju di Jakarta 13ribu saja!

Ini dia si indomie telor korned keju!



Memang istimewanya kafe yang buka 24 jam ini ya kejunya itu. Makan roti bakar saja, keju dan cokelatnya nggak tanggung-tanggung. Minuman-minumannya pun standar. Mulai dari 3 ribuan lah es the manis, paling mahal 10 ribu kayaknya jus-jus gitu. Wuaahhh pokoknya sensasi makan keju malam ini benar-benar ruaaaaaaarrrr biasaaa!!! KENYAAANGG SEKENYANG-KENYANGNYAAAA….

Madness in Bandung I

Ini hari pertama saya melarikan diri ke luar Jakarta bersama sahabat saya, Puput. Awalnya sih niatnya memang mau main saja ke Bandung. Secara tanggal 3 Februari kemarin hari kejepit. Niat awal Cuma sehari malah keterusan sampai hari Minggu hehehe. Lagipula, Puput memang berniat mengunjungi pacarnya yang kebetulan lagi di Bandung juga. Kami berangkat naik bus Cileungsi-Bandung sekitar 2.5 jam karena macet libur. Jam 3 akhirnya sampai di terminal Leuwi Panjang, Soekarno Hatta, Bandung.

Ini kali pertamanya saya mengunjungi Bandung lewat jalur transportasi umum. Niatnya sih emang backpackeran, secara udah lengkap banget ransel saya sama Puput yang nan besar itu hihihi. Yang ada dibayangan saya, terminal Bandung pasti lebih ‘ramah’ daripada terminal-terminal di Jakarta yang super semrawut. Eng ing eng, pas nyampe Leuwi Panjang ternyata sama aja. Riweuh dengan angkot-angkot yang ngetem, bikin macet ampe ke depan by pass Soetta. Yang menyebalkan lagi pas saya naik angkot jurusan Leuwi Panjang-Binong. Supirnya bener-bener lebih maksa dari supir angkot Jakarta dah. Itu angkot udah penuh sepenuh-penuhnya, apalagi saya sama Puput tas ranselnya naujubilah gedenya, kamipun duduk seadanya, eh abang2nya masih aja nungguin satu penumpang biar bener-bener penuh. Tau-taunya disamping tempat duduk saya, di ujung pintu, itu ada tambahan jok kecil, sangat kecil malah, ampe ngehalangin pintu. Buseett kasian banget itu ada ibu-ibu yang duduk disitu. Saya rasa Cuma setengah pantatnya aja itu yang duduk. Plus saya nambah dosa secara tuh tas ransel saya nan besar jadi ngehalangin duduknya si ibu ahahaha….

Sebagai backpacker baru, saya dan Puput sepanjang jalan juga kebingungan gara-gara uwak saya segitu hebohnya bilang kalau rute yang saya ambil untuk menuju daerah Bandung Super Mall itu salah. Padahal si abang-abang di angkot udah heboh juga bilang ke saya kalau untuk menuju BSM saya naik angkot 05 saja. Untungnya kami beneran turun di perempatan Binong. Tapi nyebelin banget masa saya ngasih duit 10 ribu nggak dikembaliin. Buseeeettt….saya masih inget banget senyum innocentnya si abang-abang yang bilang terima kasih seolah-olah dia bilang ‘Mampus lo orang Jakarta gue tipu!”. Kampret bener dah, padahal pas saya tanya sama pembantu uwak saya, ongkos dari Leuwi Panjang-Binong itu cuma 2.500. Sompreeettt…

Oke oke sudah ketipunya cukup sekali saja. Setelah itu dari Binong lanjut lagi naik angkot 01 warna hijau menuju BSM. Oiya bedanya angkot Bandung dan Jakarta itu sebenarnya dari warnanya. Di Bandung kita dengan mudah mencari angkot karena tiap tujuan beda warnanya. Dan tujuannya pun banyak banget, mungkin karena Bandung daerahnya nggak terlalu luas kali ya dan terpencil-pencil makanya ada aja angkot yang melewati daerah-daerah yang kalo di Jakarta nggak bakalan kelewatan angkot. Contohnya angkot merah 05 Leuwi Panjang-Binong, 01 Hijau-kuning Binong-BSM, Hijau-Putih Riung-Dago. Dan yang lebih enaknya lagi, ongkos angkot disini sangat amat murah sekali menurut saya. Bayangkan saja, dari Binong ke Dago yang menurut saya jauhnya ampun-ampunan, melewati Jalan Riau, Dipati Ukur, Juanda, Gasibu, dan sekitarnya deh cuma 2500 ongkosnya. Kalo di Jakarta mana dapeett segitu. Dari rumah saya ke Cilincing yang deket aja 3000!!

Rumah uwak saya tempat kami stay berlokasi di Jl. Maleer IV, nggak jauh dari BSM. Makanya pas malam pertama kami sampai langsung aja maen kesana. Ternyata namanya aja Bandung Supermall, tapi klo diliat-liat kok isi mallnya nggak seheboh namanya ya, macen Supermall Karawaci gitu. Outletnya biasa aja, serupalah kayak PS dan Sency kali yaa.. Ama kelapa Gading kayaknya masih bagusan Kelapa Gading. Cuma yang lagi heboh sekarang itu, di depannya BSM lagi dibangun Trans Studio Bandung, cabangnya Trans Studio Makassar yang happening itu. Wuow…cool man!!
Di BSM akhirnya saya dan Puput Cuma beli sepatu aja. Secara sepatu si Puput rusak di jalan. Yasudah terpaksa beli baru. Habis itu istirahat sampai pagi.